MASIGNASUKAv102
6861843026328741944

SAHABATKU, ISSEL

SAHABATKU, ISSEL
Add Comments
2007-08-15
Aku memasuki gerbang sekolah SMA Paranala, suasana sekolah masih sepi, ku lirik jam di tangan kiri, menunjukkan pukul 06.05 WIB. "Pantas saja masih sepi" ujarku dalam hati, kemudian berlalu menuju kelas paling pojok. Sebelum masuk aku melongok ke dalam kelas lewat jendela, "gak ada orang" bisikku lirih. Akhirnya ku putuskan pergi ke belakang sekolah, biasanya Pak Juned (satu-satunya pak kebun di sekolahku) masih membersihkan halaman belakang, siapa tahu aku bisa membantu.
Sumber : s-media-cache-ak0.pinimg.com
Ternyata dugaanku benar, Pak Juned sedang mencabuti rumput liar di beberapa pot bunga yang diletakkan di belakang sekolah. Melihat kedatanganku Pak Juned tersenyum.

"Wah….Mbak Ije kok pagi benar datangnya?"

"Gak tau Pak, lagi males aja di rumah" jawabku sambil berjongkok di dekat Pak Juned.

"Waduh…pasti Mbak Ije lagi ada masalah," tanyanya penuh selidik, "soalnya yang bapak tahu mbak, semua orang pasti merasa senang di rumah."

"Lha justru itu pak masalahnya, saya selalu merasa senang di rumah makanya saya pergi, biar ada sedih-sedihnya seperti di sinetron itu lho pak" sahutku asal.

Pak Juned yang sedang mencabuti rumput berhenti dan tertawa mendengar jawabanku, "Mbak Ije ada-ada saja."

Aku dan Pak Juned terus mengobrol sampai bel masuk berbunyi.

"Pak sudah masuk, saya pergi dulu" aku beranjak pergi meninggalkan Pak Juned yang masih asyik dengan pekerjaannya.

"Selamat belajar mbak"

Aku menoleh pada Pak Juned dan tersenyum "terima kasih Pak."

Aku masuk kelas yang suasananya persis pasar ikan, maklum aja Pak Tobi belum datang.

"Baru datang Je?, tumben nih telat?"tanya Issel iseng.

"Aku dari belakang, ngobrol bareng Pak Juned, abis waktu aku datang sekolah masih sepi kayak kuburan" jawabku sambil meletakkan tas dan duduk di sebelah Issel.

"Memangnya datang jam berapa?".

"Jam enam" sahutku pendek.

Huahahaha…..Issel tertawa mendengar jawabanku, "Eh..sejak kapan seorang Ije datang pagi ke sekolah" Issel menggodaku sambil terus tertawa.

"Udah deh, gak usah ngetawain orang, tuh Pak Tobi sudah datang" aku menyikut Issel agar menghentikan tawanya. Suasana kelas jadi hening, maklum Pak Tobi merupakan salah satu dosen killer disekolahku.

Namaku Nayli Jalliandra, tapi lebih di kenal dengan nama Ije, gak tahu siapa orang pertama yang memanggilku Ije, tapi aku senang di panggil Ije, kedengarannya seperti orang betawi he…he….padahal aku asli jawa tulen gak ada campurannya. Sekarang aku duduk di kelas XII IPA 1 SMA Paranala. Sebulan lagi UANAS dan setelah itu aku akan bebas dari bangku sekolah, habisnya aku sudah tak sabar untuk menjadi mahasiswa. Aku sudah merencanakan untuk melanjutkan kuliahku di Universitas Bartamuda Surabaya dan mengambil jurusan Informatika.

Aku punya seorang sahabat, namanya Issel Novia Pradana. Aku kenal Issel saat hari pertama sekolah di SMP dan sejak saat itu aku bersahabat dengannya. Issel adalah orang yang humoris tapi juga cuek, bersikap apa adanya dan sedikit tomboi. Maklum saja semua saudara Issel laki-laki dan dia satu-satunya anak perempuan di rumahnya.

Bel istirahat berbunyi, anak-anak sudah tak sabar ingin meninggalkan kelas, beruntung Pak Tobi masih ada sehingga mau tak mau harus bersabar untuk segera keluar, kalau tidak bisa-bisa terjadi gempa 7,9 SR di kelas ini.

"Karena hari senin kalian sudah memasuki ujian pra UANAS maka kalian diperbolehkan pulang lebih awal, tapi ingat di rumah kalian harus belajar agar lulus dalam UANAS, selamat menempuh ujian", Pak Tobi menyudahi pelajaran hari ini sekaligus pelajaran terakhirku di SMA. Suasana kelas berubah ramai setelah Pak Tobi keluar, semuanya ingin cepat-cepat meninggalkan kelas.

"Je, pulang bareng yuk," tiba-tiba Lexi sudah berada didekatku.

"Yup" jawabku sambil memasukkan buku ke dalam tas.

"PDKT nih ye…." Issel menggoda Lexi yang di sambut dengan senyuman.

"Woi…….berita baru nih," teriak Issel mencari perhatian. "Ije dan Lexi sudah jadian lo."

Beberapa anak yang masih berada di dalam kelas tertegun mendengar teriakan Issel kemudian ikut menggoda aku dan Lexi.

"Kok gak bilang-bilang Je kalau jadian ma Lexi, ntar Lexinya di ambil orang lo…" ujar Mara tersenyum ke arahku.

"Iya nih, mentang-mentang udah mo lulus, rencana kuliah bareng nih ye…." kata-kata Nelly di ikuti sorakan Wendy, Agis, Uya, Mara, Redi dan Issel.

Wajahku dan Lexi langsung berubah kayak kepiting rebus, tapi bukan Ije kalau gak bisa membalas olokan mereka.

"Eit…sebentar dulu" aku mulai mengeluarkan jurus andalanku, "Sebenarnya kita mau kabar-kabari tapi setelah dipikir-pikir kita ini kan artis papan atas jadi biar paparazzi aja yang mencari beritanya, biar lebih hot gitu, begitu kan sayang?" aku menoleh pada Lexi.

"Eh….i..iya" jawab Lexi dengan gugup.

"Aku juga mo minta maaf karena gak bisa ngadakan konferensi pers sekarang, soalnya kita khawatir nonton bioskopnya telat, kita pergi dulu ya, bye….." aku melambaikan tangan dan menarik tangan Lexi untuk segera keluar dari kelas.

"Hu…….dasar Ije" sorak beberapa anak setelah aku dan Lexi pergi.

Aku terus menyeret Lexi ke tempat parkir dengan cepat, kalau nggak bisa-bisa semua siswa SMA Paranala akan bersorak, gak bisa bayangin deh gimana malunya aku jika sampai hal itu terjadi.

"Sorry Lex, tadi aku cuma bercanda, jangan dimasukin hati ya?" kataku pada Lexi sesampainya di tempat parkir, "aku cuma gak mau kita jadi bahan olokan teman-teman."

"Seharusnya aku yang berterima kasih, kalau tadi kamu gak membela diri, aku gak tahu seperti apa wajahku, tapi kalau itu beneran, aku setuju kok" jawab Lexi tersenyum.

"Dasar cowok genit," aku memukul punggung Lexi dengan buku yang ku bawa. Kami pun pergi meninggalkan sekolah dengan si hitam, kawasaki ninja Lexi yang sudah dimodifikasi.

Lexi Prawiratmaja, itulah nama lengkapnya. Duduk di kelas XII IPS 1. Aku kenal dan dekat dengan Lexi sejak kelas XI, kebetulan waktu itu aku sekelas dengannya dan rumahnya juga searah dengan rumahku sehingga kami sering pulang bersama bahkan sampai kelas XII walaupun aku dan Lexi sudah tidak sekelas lagi. Sedangkan rumah Issel berlawanan arah dengan rumahku sehingga kami tidak pernah pulang bersama kecuali jika aku bermain ke rumah Issel atau sebaliknya.

***

Hari terus berlalu, akhirnya ujian UANAS berhasil ku lewati dan meraih nilai tertinggi se-kota Malang. Bukan hanya itu, aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke negeri kanguru tepatnya di kota Melbourne. Hatiku sangat senang mendengarnya, begitu juga dengan keluargaku. Issel juga merasa senang sekaligus sedih, karena kita harus berpisah. Tapi aku dan Issel sudah berjanji untuk saling berkomunikasi dan tetap bersahabat sekalipun berjauhan.

Tentang Lexi, sejak aku membela diri dengan mengatakan aku dan dia jadian, kami semakin dekat dan seminggu yang lalu Lexi memberanikan diri untuk memintaku jadi pacarnya. Aku pun setuju karena selama ini aku juga menyukainya. Dan kabar yang lebih membahagiakan adalah Lexi juga melanjutkan sekolah ke Melbourne. Dia diminta untuk menemani sepupunya yang kuliah disana. Tentu saja aku merasa senang karena aku dan Lexi tidak akan berpisah, tau sendiri kan, gimana susahnya pacaran jarak jauh. Sedang asyik-asyiknya melamun tiba-tiba Hpku berbunyi, ternyata 1 message diterima.

Sbl brgkt aQ pgn ktm, ada hal pntg yg mo Qbcrakn.
Nnti sore d Lap.bola, 16.00 WIB.
Sender : Issel

Aku termangu di tepi tempat tidur, "hal apa yang akan dibicarakan Issel, sepertinya sangat penting........udah ah ntar juga tahu" aku kembali membereskan barang-barang yang akan ku bawa ke Melbourne. Besok aku akan berangkat ke Melbourne dengan penerbangan pagi. Lexi sudah berangkat dua hari yang lalu dan dia berjanji akan menjemputku di bandara. Setelah semuanya beres aku pergi mandi, aku gak mau Issel menungguku di lapangan bola. Jam 15.30 WIB aku sudah siap, dengan celana LOIS dan T-shirt hitam bertuliskan Luv U, aku memutuskan untuk berjalan kaki ke lapangan bola, selain tempatnya yang tidak begitu jauh dari rumahku, aku juga ingin jalan-jalan menikmati senja karena besok aku berangkat ke Melbourne.

Sesampai di lapangan bola ternyata Issel sudah menungguku, dia tampak lebih cantik dengan jeans dan T-shirt putih yang dibungkus jaket berwarna biru.

"Sorry nunggu lama" kataku sambil duduk di sampnig Issel.

"Kebetulan aku juga baru datang, jam berapa kau berangkat besok?"

"Mungkin jam 6, karena pesawatku berangkat jam 9. Kau bilang ada yang mo dibicarakan, tentang apa?" tanyaku pada Issel yang asyik mencabuti rumput disekelilingnya.

"Tentang Lexi, aku minta kau putuskan hubungan dengannya" walaupun suara Issel terdengar lirih tetapi sangat mengejutkanku.

"Memangnya ada masalah apa sampai aku harus memutuskan hubungan dengan Lexi, kau tahu kan kalau baru seminggu aku dan Lexi jadian?" aku menatap wajah Issel.

"Justru karena baru seminggu makanya aku mengatakannya padamu."

"Kau belum jawab pertanyaanku, ada masalah apa sampai aku harus memutuskan hubungan dengan Lexi?" aku mengulang pertanyaanku dengan sedikit keras.

"Aku tidak bisa memberitahukanmu sekarang, nanti kau juga akan tahu" jawab Issel dengan wajah dingin.

"Mengapa?" emosiku mulai terpancing, "kalau kau tidak dapat memberitahukan alasannya, aku tidak akan memutuskan hubunganku dengan Lexi begitu saja."

"Terserah, tapi aku sudah memberitahukanmu" Issel kemudian beranjak pergi meninggalkanku.

"Issel tunggu!" aku berdiri dan mendekatinya, "Tolong beritahu aku satu alasan kenapa aku harus memutuskan hubungan dengan Lexi?", aku menatap wajahnya yang terlihat kecewa dengan jawabanku.

"Sudah ku bilang, aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Aku hanya minta putuskan hubunganmu dengan Lexi sebelum kau merasa kecewa".

"Kalau kau tidak bisa mengatakannya, jangan harap aku akan memutuskan hubunganku dengan Lexi", nada suaraku mulai tinggi.

"Jadi kau lebih memilih dia daripada sahabatmu?" Issel menatap tajam ke arahku.

"Ya, kalau kau tetap tidak memberi tahu alasannya" aku tetap pada pendirianku.

"Karena dia playboy, aku tidak mau kau disakiti olehnya, kau puas?!!." Kemudian Issel meninggalkanku. Aku tidak berniat untuk mengejarnya, aku merasa sedikit kecewa atas perkataan Issel tentang Lexi, selama ini yang ku tahu Lexi adalah cowok baik-baik. Aku pun pulang dengan langkah gontai. Ku harap apa yang dikatakan Issel tadi tidak benar, karena aku sangat mencintai Lexi tapi aku juga tidak ingin kehilangan seorang sahabat seperti Issel. Aku benar-benar bingung. Sesampai di rumah aku langsung tidur dan berharap besok masalah ini akan selesai.

Esok harinya aku menunggu kedatangan Issel dirumah. Dia sudah berjanji untuk ikut mengantarku ke bandara. Jam menunjukkan pukul 05.50 WIB tapi Issel belum datang juga, akhirnya aku memutuskan untuk menelponnya.

"Hallo" suara khas Tante Elin terdengar di telingaku.

"Isselnya ada tante?."

"Nak Ije ya, tunggu sebentar tante panggilkan." Terdengar suara Tante Elin memanggil Issel. Tak beberapa lama terdengar suara telpon di angkat.

"Ada apa?" tanya Issel dingin.

"Aku akan berangkat, kau berjanji akan mengantarku ke bandara, ku tunggu sampai pukul 6.30 WIB" jawabku pelan.

"Maaf aku ada acara, tidak bisa mengantarmu ke bandara." Suara Issel terdengar tenang di telingaku.

"Kau masih marah padaku?"

"Tidak"

"Baiklah kalau kau memang tidak bisa, tidak apa-apa kok. Aku juga minta maaf soal kemarin. Aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu....".

"Sudahlah" tiba-tiba Issel memotong perkataanku. "Kalau tidak ada lagi yang mau kau ucapkan, aku akan tutup telponnya" suara Issel masih terdengar dingin.

"Maaf aku telah mengganggumu, see you".

"Klik" terdengar suara telpon di tutup. Aku menarik nafas panjang dan meletakkan gagang telpon dengan pelan.

"Je....kau sudah siap" terdengar suara Ibu memanggilku dari luar. Aku segera bergegas keluar.

"Kau sudah siap Nak?" tanya Ibu begitu aku muncul di ambang pintu.

"Sudah siap Bu" jawabku sambil naik ke atas mobil. Kemudian Ayah dan Ibu pun menyusul naik, kami segera meluncur ke bandara.

Aku merebahkan punggungku di sandaran mobil. Ku buka jendela dan menikmati hangatnya mentari di pagi hari. Aku teringat pada Issel, sahabat yang telah menemaniku beberapa tahun terakhir. "Sahabat..........suatu hari kau akan tahu siapa yang ku pilih" kataku dengan lirih. Ku tutup kembali jendela mobil dan memasng earphone di telinga, suara musik terdengar mengalun merdu dari discman yang ku bawa. Aku pun terhanyut hingga akhirnya tertidur.
Qudsi Falkhi

Teacher who loves books and traveling, contact me --> falkhi@gmail.com