MASIGNASUKAv102
6861843026328741944

MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENENTUAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN HASIL PENILAIAN

MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PENENTUAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN HASIL PENILAIAN
Add Comments
2013-11-30


I.         PENDAHULUAN

Salah satu indikator mutu pendidikan adalah keberhasilan proses pembelajaran. Sebagaimana dinyatakan pendidikan merupakan proses perubahan untuk perbaikan mutu diri. Baik perubahan dalam ranah kognitif, psikomotorik maupun afektif.  Proses perubahan dan perbaikan dilakukan dalam proses pembelajaran yang terjadi antara guru dan peserta didik. Sehingga dapat disimpulkan inti mutu pendidikan berada pada bagaimana keberhasilan proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Untuk mengetahui hasil dari proses pembelajaran, guru sebagai fasilitator akan melakukan penilaian. Penilaian merupakan usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, serta menyeluruh tentang proses dan hasil dari perkembangan yang telah dicapai peserta didik melalui program kegiatan belajar (Putra, 2013: 17).

Pembelajaran dikatakan berhasil jika penilaian hasil belajar yang dilakukan terhadap peserta didik mencapai atau melebihi standar yang ditetapkan, dalam hal ini nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Selain itu keberhasilan pembelajaran berkaitan dengan respon positif, peningkatan kreatifitas dan perubahan sikap peserta didik.
Jika seorang peserta didik mendapatkan nilai hasil belajar sama dengan atau lebih besar dari nilai KKM maka dikatakan peserta didik tersebut tuntas atau lulus pada materi pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Sedangkan jika tidak, peserta didik mendapatkan remidi. Semakin banyak peserta didik yang remidi, akan menyimpulkan proses pembelajaran yang dilakukan guru tidak berhasil. Agar pelaksanaan pembelajaran berhasil, maka guru harus tepat dalam menentukan rencana proses pembelajaran.
Rencana proses pembelajaran yang dilakukan guru salah satunya terkait dengan penentuan model pembelajaran. Model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan peserta didik merupakan faktor penting dalam keberhasilan proses pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi dan kemampuan peserta didik, dapat dilakukan dengan cara menganalisis hasil penilaian yang sudah dilakukan. Hasil tersebut akan menjadi acuan dalam menentukan model pembelajaran selanjutnya. Dengan kata lain model pembelajaran yang ditentukan berdasarkan hasil penilaian akan menunjang keberhasilan proses pembelajaran, dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Sesuai dengan tujuan kajian penulisan makalah ini.     
    
II.      PEMBAHASAN

A.      Pendidikan yang Bermutu
Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1, pendidikan dinyatakan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sementara mutu atau mutu dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengacu pada input, proses dan hasil pendidikan. Input pendidikan meliputi sumber daya manusia dan non manusia yang harus ada dan tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu proses pendidikan.
Proses pendidikan berkaitan dengan proses dalam pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses pelaksanaan pembelajaran, dan proses monitoring dan evaluasi. Dimana proses pelaksanaan pembelajaran memiliki timgkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses-proses lainnya.
Hasil pendidikan berupa hasil output dan outcome. Nilai output mengacu pada kinerja sekolah dan prestasi peserta didik yang tinggi dalam bidang akademik dan non akademik. Prestasi akademik berupa hasil tes kemampuan akademis, seperti nilai ujian semester dan nilai ujian nasional. Untuk prestasi non akademik misalnya pada cabang olah raga, seni, dan keterampilan tambahan tertentu. Kinerja sekolah dapat dilihat dari akuntabilitas yang dimiliki dan kondisi yang kondusif untuk pembelajaran seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya. Sedangkan nilai outcome dinyatakan dalam persentase lulusan yang cepat terserap di dunia kerja, memiliki gaji wajar atau sesuai, dan semua pihak mengakui kehebatan lulusan serta merasa puas dengan kompetensi yang dimiliki oleh lulusan.
Dalam pandangan Hari Suderadjat (2005:17) pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompotensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill). Suderadjat juga mengemukakan bahwa pendidikan bermutu  merupakan pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal.
Selanjutnya Zamroni (2007:2) menjelaskan bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan proses yang sistematis dan dilakukan secara terus menerus terutama dalam peningkatan mutu proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan target yang telah ditetapkan sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, antara lain kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan terutama dalam kegiatan proses belajar mengajar, aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern, metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajemen pendidikan yang dilaksanakan secara profesional, dan sumberdaya manusia yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman dan profesional (Hadis dan Nurhayati, 2010:3).
Upaya yang dapat dilakukan dalam usaha meningkatan mutu pendidikan dapat di tempuh dengan cara meningkatan kompetensi guru dalam pemakaian model, metode, dan strategi mengajar, meningkatan sarana, dan meningkatkan pengelolaan sekolah dalam pembelajaran. Meningkatkan kompetensi guru dalam pemakaian model, metode, dan strategi mengajar merupakan faktor utama dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

B.       Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi para guru dalam melaksanakan pembelajaran (Trianto, 2010: 51). Sebab dalam model pembelajaran disajikan bentuk pembelajaran yang akan dilakukan guru dari awal sampai akhir pembelajaran.
Model pembelajaran memiliki banyak macam ragam antara lain model pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah, dan pembelajaran latihan inquiry. Adanya berbagai macam model pembelajaran menuntut guru untuk memahami pola dan keunggulan dari masing-masing model pembelajaran agar nantinya dapat memilih dengan tepat model yang efektif. Sebab tidak ada model pembelajaran yang buruk, semua model pembelajaran baik dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Dasar pertimbangan yang dapat digunakan guru dalam memilih model pembelajaran dalam buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2:  Ilmu Pendidikan Praktis yang ditulis Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007: 125-126), antara lain:
 1.    Rumusan tujuan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran memiliki target pencapaian yang harus dilakukan. Target tersebut dituliskan dalam bentuk tujuan pembelajaran. Masing-masing model pembelajaran memiliki karakteristik pencapaian yang berbeda untuk ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Oleh sebab itu guru harus dapat memilih dan memilah tujuan apa yang ingin dicapai dan disesuaikan dengan model pembelajaran yang hendak digunakan.
2.    Karakteristik mata pelajaran.
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda. Baik dari segi konstruk materi, struktur materi maupun substansi keilmuannya. Dengan demikian guru perlu menyesuaikan model pembelajaran yang dipilih dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.
3.    Kemampuan peserta didik.
Pembelajaran dilaksanakan dalam rangka membelajarkan peserta didik agar dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki secara optimal. Kemampuan peserta didik merupakan hal yang kompleks. Bukan hanya tingkatan kompetensi pengetahuan melainkan juga terkait dengan tahap perkembangan, pengalaman belajar, status serta berbagai faktor lain yang melatarbelakangi. Guru dapat menganalisis kemampuan peserta didik berdasarkan tahapan konsep pengetahuan Piaget, tahapan perkembangan moral kognitif Kohlberg, dan tahapan perkembangan motif dari Abraham Maslow. Aspek tersebut menjadi modal guru dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan dan kemampuan peserta didik.
4.    Kemampuan guru.
Kemampuan guru menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam menentukan model pembelajaran, sebab guru tidak bisa mengajarkan atau melaksanakan model pembelajaran yang belum dikuasai. Keterbatasan ini mengingat perbedaan kompetensi guru yang dapat disebabkan oleh latar belakang pendidikan, pelatihan intensif, pengalaman dan faktor internal yang lain.
Selain itu alokasi waktu, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada juga harus dperhatikan agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan pembelajaran.
Setelah menentukan model pembelajaran yang sesuai, maka guru juga harus merancang instrumen penilaian yang dapat merangkum kegiatan peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran dan keunggulan model pembelajaran yang digunakan. Seperti diketahui tujuan pembelajaran meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Dimana ranah keterampilan (psikomotor) dan sikap (afektif) relatif sulit untuk diamati, walaupun bisa diukur. Sehingga instrumen penilaian harus benar-benar dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan keunggulan model pembelajaran yang digunakan. Ketidaktepatan guru dalam menentukan instrumen akan berpengaruh kepada tidak maksimalnya model pembelajaran yang digunakan. 

C.       Penilaian Hasil Belajar
Penilaian adalah media yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran, karena melalui penilaian seorang guru akan mendapatkan informasi tentang kefektifan dan efisiensi semua komponen yang ada dalam proses pembelajaran. Begitu pula dengan peserta didik yang ingin mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai.
Penilaian dalam konteks hasil belajar didefinisikan sebagai kegiatan menafisrkan data hasil pengukuran tentang kecakapan yang dimiliki siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (Widoyoko, 2011:31). Hasil Penilaian dapat berupa nilai kualitatif maupun kuantitatif yang didapatkan dari tes, pengamatan, wawancara, rating scale, maupun angket.
Untuk mendapatkan hasil penilaian yang baik, maka dalam merencanakan penilaian, Stiggins melalui Putra (2013:42) menyarankan untuk memperhatikan hal-hal berikut.
1.    Penguasaan ilmu pengetahuan, termasuk mengetahui dan mengerti
2.    Penggunaan pengetahuan untuk memberi alasan dan memecahkan permasalahan
3.    Pengembangan keterampilan
4.    Pengembangan kemampuan untuk menciptakan produk-produk tertentu yang memenuhi standar
5.    Pengembangan tentang pentingnya pengaturan dan penempatan
Saran dari Stiggins berkenaan dengan upaya untuk mencapai tujuan penilaian. Sebagaimana Kellough dalam Swearingen (2006) menjelaskan tujuan penilaian adalah untuk membantu belajar peserta didik, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik, menilai efektivitas strategi pembelajaran, menilai dan meningkatkan efektivitas program kurikulum, menilai dan meningkatkan efektivitas pembelajaran, menyediakan data yang membantu dalam membuat keputusan, komunikasi dan melibatkan orang tua pendidik.
Selain itu penilaian pembelajaran berfungsi untuk perbaikan dan pengembangan sistem pembelajaran yang terdiri dari komponen tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan, pendidik dan peserta didik (Arifin, 2013: 19-20). Fungsi perbaikan akan maksimal jika guru memanfaatkan hasil analisis penilaian sebagai dasar dalam menentukan sistem pembelajaran selanjutnya. Jika tidak maka hasil penilaian hanya akan berfungsi sebagai informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik. Fungsi yang hanya sebatas informasi tidak akan signifikan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan. Sebab hanya peserta didik yang diminta melakukan perbaikan terkait dengan hasil penilaian. Padahal sebenarnya guru ikut berperan dominan dalam peningkatan mutu pendidikan melalui perbaikan sistem pembelajaran yang didasarkan atas hasil analisis penilaian yang telah dilaksanakan.
Seperti pendapat Putra (2013:22) bahwa hakikatnya penilaian hasil belajar mempermasalahkan bagaimana cara guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sejauh mana peseta didik memahami bahan yang telah diajarkan dan sejauh mana tujuan kegiatan pembelajaran dapat dicapai.

D.      Menentukan Model Pembelajaran Berdasarkan Hasil Penilaian
Hasil penilaian yang dimiliki guru menurut Chittenden dalam Widoyoko (2011:31-32) hendaknya kemudian diarahkan pada empat hal, yaitu:
1.  Penelusuran, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah proses pembelajaran sesuai yang direncanakan atau tidak. Cara yang dapat dilakukan guru dengan merangkum pencapaian kemajuan peserta didik
2.   Pengecekan, merupakan sarana mencari informasi apakah terdapat kekurangan pada peserta didik selama proses pembelajaran. Guru harus berusaha memperoleh gambaran pengetahuan peserta didik, mana yang sudah dikuasai, dan mana yang belum dikuasai.
3.   Pencarian, merupakan proses mencari dan menemukan penyebab kekurangan yang muncul selama proses pembelajaran. Dengan cara ini guru dapat segera mencari solusi atas permasalahan yang timbul selama proses pembelajaran.
4.   Penyimpulan, merupakan kegiatan menyimpulkan tingkatan pencapaian belajar yang telah dimiliki peserta didik. Hasil penyimpulan dapat digunakan sebagai laporan kemajuan peserta didik bagi peserta didik, sekolah, orang tua, maupun pihak lain yang membutuhkan.  
 Laporan kemajuan peserta didik pada dasarnya adalah fungsi umpan balik dari hasil penilaian. Sebagaimana penjelasan Suharsimi (2008: 6-8) yang menyatakan umpan balik penilaian hasil belajar peserta didik diperlukan bagi guru, peserta didik, dan sekolah karena memiliki makna penting antara lain sebagai berikut.
1.    Bagi siswa: mengetahui tingkat keberhasilan mengikuti pembelajaran.
2.    Bagi guru : mengetahui peserta didik yang dapat melanjutkan pelajaran dan peserta didik yang mendapat program remidial, mengetahui ketepatan materi pembelajaran yang diberikan, dan mengetahui ketepatan strategi pembelajaran yang diberikan.
3.    Bagi sekolah: mengetahui capaian kondisi belajar dan kultur akademik yang diciptakan sekolah, mengetahui posisi sekolah pada pelaksanaan standar nasional pendidikan, dan dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun program pendidikan untuk tahun yang akan datang.
Umpan balik yang berperan paling utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah umpan balik bagi guru. Sebab hasil penilaian bagi guru salah satunya berfungsi sebagai dasar dalam menentukan keputusan pengajaran (Putra, 2013: 23). Dalam hal ini keputusan pengajaran juga menyangkut bagaimana model pembelajaran yang akan digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya. 
Menggunakan model pembelajaran yang sesuai bagi kondisi psikologis dan fisiologis peserta didik merupakan kompetensi yang harus dikuasai guru untuk mendukung keberhasilan pembelajaran. Seperti yang dinyatakan oleh Sardiman A. M. (2004 : 165), bahwa guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program pembelajaran. Mengelola pembelajaran antara lain menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, menerapkan strategi pembelajaran, teori belajar dan pembelajaran, serta melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Colin Marsh (1996 : 10) yang menjelaskan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik, membuat model instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut mendukung keberhasilan guru dalam mengajar.
Dengan demikian sudah selayaknya untuk mendukung keberhasilan pembelajaran, guru menggunakan data penilaian hasil belajar untuk membuat berbagai keputusan yang menyangkut kelayakan pengembangan isi, ketertarikan peserta didik akan isi pelajaran, efektivitas kegiatan pembelajaran dalam menghasilkan hasil belajar yang diharapkan serta pemahaman dan kemampuan peserta didik (Putra, 2013:43).
Efektivitas kegiatan pembelajaran berkaitan dengan bagaimana model pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk membuat peserta didik tertarik mengikuti keseluruhan proses pembelajaran. Daya tarik pembelajaran merupakan langkah awal untuk membuat  peserta didik fokus pada isi materi yang disampaikan dalam proses pembelajaran. Peserta didik yang fokus pada pembelajaran akan lebih mudah memahami pelajaran. Jika peserta didik memiliki pemahaman yang baik, maka penilaian hasil belajar yang diperoleh peserta didik akan tinggi. Dengan kata lain pelaksanaan pembelajaran berhasil dan tujuan pembelajaran tercapai. Oleh sebab itu memanfaatkan hasil penilaian untuk menentukan model pembelajaran selanjutnya merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran. Sebagaimana telah diketahui hasil belajar yang dicapai peserta didik merupakan akibat dari proses pembelajaran yang telah ditempuh sebelumnya.
Namun sebelumnya guru juga harus melakukan keseluruhan proses penilaian hasil belajar dengan cermat, mulai dari penyusunan instrumen, pelaksanaan tes, pengolahan, sampai pada penetapan hasil akhir. Hasil akhir inilah yang dapat dimanfaatkan dalam menentukan model pembelajaran selanjutnya.
Model pembelajaran selanjutnya dipilih berdasarkan nilai hasil akhir yang telah ditetapkan guru. Yakni berapa jumlah persentase peserta didik yang tuntas dan berapa jumlah persentase peserta didik yang remidi. Jika jumlah peserta didik yang remidi lebih banyak dibandingkan peserta didik yang tuntas, maka untuk selanjutnya guru dapat menggunakan proses pembelajaran dengan jenis model pembelajaran kooperatif.  
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan khusus atau menyelesaikan suatu tugas. Selain itu pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran (Slavin, 2008). Dengan demikian peserta didik dengan kompetensi tinggi dapat membantu peserta didik yang memiliki kompetensi rendah. Sedangkan peserta didik yang memiliki kemampuan rendah akan termotivasi untuk belajar dengan adanya bantuan dari peserta didik yang berkemampuan tinggi. Saling memberi masukan di antara peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran akan berdampak pada keefektifan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Jika hasil penilaian yang dilaksanakan guru mencantumkan jumlah persentase peserta didik yang tuntas lebih banyak dibandingkan peserta didik yang remidi. Maka jenis model pembelajaran selanjutnya yang dapat dipilih guru adalah model pembelajaran latihan inquiry.
Model pembelajaran latihan inquiry dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan dan langkah-langkah kegiatan ilmiah, kemampuan mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban yang berakar pada rasa ingin tahunya (Imron, 2011:170). Guru dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran. Membantu dan mengarahkan peserta didik agar dapat mendapatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan.  
Menentukan model pembelajaran berdasarkan hasil penilaian seperti di atas akan lebih efektif dan efisien karena guru telah mengetahui kondisi dan kemampuan peserta didik, selain pokok kompleksitas materi yang akan dipelajari. Model pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi dan kemampuan peserta didik akan menunjang keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran merupakan salah satu indikator mutu pendidikan.

III.   PENUTUP
Mutu pendidikan mengacu pada input, proses dan hasil pendidikan. Dalam konteks proses, mutu pendidikan terwakili dalam mutu pelaksanaan pembelajaran. Mutu pembelajaran berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menerapkan model pembelajaran yang sesuai bagi kondisi psikologis dan fisiologis peserta didik.
Kondisi peserta didik, karakteristik pelajaran, bahan pelajaran, tujuan pembelajaran, kemampuan guru serta sumber-sumber belajar yang ada merupakan aspek yang harus diperhatikan agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi dan kemampuan peserta didik dapat dilakukan dengan menganalisis hasil penilaian belajar. Sebagaimana salah satu fungsi penilaian yakni fungsi perbaikan. Fungsi perbaikan dari penilaian pembelajaran akan maksimal jika guru memanfaatkan hasil analisis penilaian sebagai dasar dalam menentukan sistem pembelajaran selanjutnya, salah satunya dalam menentukan model pembelajaran.
Menentukan model pembelajaran berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan akan membuat pelaksanaan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Sehingga dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan. Sebab keberhasilan pelaksanaan pembelajaran merupakan salah satu indikator mutu pendidikan.








Daftar pustaka

Arifin, Zainal. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Colin Marsh. (1996). Handbook for beginning teachers. Sydney : Addison Wesley Longman Australia Pry Limited.
Hadis, Abdul dan Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Imron, Ali. 2011. Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Putra, Sitiatava. Rizema. 2013. Desain Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja. Jogjakarta: DIVA Press
Sardiman, A. M. (2004). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.
Slavin, Robert E. 2008. Cooperative learning : Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media
Suderadjat, Hari. 2005. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Implementasi KBK. Bandung : Cipta Cekas Grafika.
Suharsimi, Arikunto. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Swearingen, R. 2006. A Primer: Diagnostik, Formative & Summative Assesment. (online, http://www.mmrwsjr.com/assesment.html, diunduh 06 Mei 2013).
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2:  Ilmu Pendidikan Praktis. Bandung: Imtima.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : PT. Kencana Prenada Media Group
Widoyoko, Eko. Putro. 2011. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zamroni. 2007 . Meningkatkan Mutu Sekolah. Jakarta : PSAP Muhamadiyah




Qudsi Falkhi

Teacher who loves books and traveling, contact me --> falkhi@gmail.com