Apakah berita
penculikan anak sering mampir di media sosial kita?
Sumber : dailytimes.com.pk |
Penculikan anak bukanlah
isu baru di dunia kriminal. Beberapa berita terkadang hanya berupa hoax, namun
ada pula berita yang memang benar-benar terjadi. Seperti data Komnas yang
menyatakan terjadi peningkatan kasus penculikan anak setiap tahunnya dari 2014
hingga 2017 (liputan6.com/250317).
Lalu, bagaimana orang
tua menyikapi kasus dan berita penculikan anak?
Sikap terbaik
yang dapat dilakukan para orang tua adalah dengan meningkatkan kewaspadaan dan
meminimalisir terjadinya penculikan anak. Cara meminimalisir dan pencegahan
dapat dilakukan dengan menanamkan perlindungan diri pada anak.
Buku Biarkan
Anak Bicara (Republika, 2003) menyatakan prinsip dasar perlindungan diri pada
anak adalah upaya orang tua memberikan pengertian pada anak bahwa ia perlu bisa
menjaga dirinya sendiri. Perlindungan diri pada anak dapat diperkenalkan sejak
usia 3 – 5 tahun, sebab dalam rentang usia ini anak mulai berinteraksi dengan
dunia di luar keluarga. Selain itu, kemampuan kognitif anak sudah berkembang
untuk memahami konsep perlindungan diri.
Beberapa
perlindungan diri yang dapat diajarkan pada anak adalah sebagai berikut.
Pertama, mengenalkan konsep orang asing.
Anak-anak
terkadang beranggapan orang asing sebagai sosok yang menakutkan. Padahal,
penculik anak terkadang datang dalam bentuk seseorang yang ramah, baik hati,
dan menyukai anak-anak. Oleh sebab itu, kita harus mengenalkan pada anak bahwa
orang asing adalah seseorang yang benar-benar belum diketahui dan tidak
memiliki kontak apapun sebelumnya dengan anak.
Jika suatu waktu
anak bertemu dengan orang asing, maka anak harus berani mengatakan tidak
terhadap ajakan atau pemberian sebelum diberi ijin oleh orang tua. Selain itu,
anak harus bersikap waspada pada orang asing yang meminta bantuan. Berikan
pengertian bahwa tidak seharusnya orang dewasa meminta bantuan kepada seorang
anak. Jika terjadi kasus demikian, anak sebaiknya mengarahkan penanya pada
orang dewasa lain yang ada disekitar tempat tersebut.
Kedua, mengenalkan layanan publik.
Kenalkan anak
pada fungsi dan lokasi layanan publik seperti pos polisi, pos informasi, atau
pos satpam. Pengetahuan tentang layanan publik ini penting diketahui agar anak
dapat segera mendatangi lokasi tersebut jika merasa dalam kondisi tersesat atau
berada dalam ancaman.
Ketiga, bekali anak dengan keterampilan pertahanan diri.
Ajak anak untuk
menonton simulasi penculikan agar anak dapat mengetahui tindakan yang harus
dilakukan jika mereka diajak secara paksa oleh orang asing. Misalnya dengan
berteriak, berlari ke pos keamanan, atau berusaha mencari perhatian orang sekitar.
Perlu diingat, jika berteriak anak harus berteriak dengan mengatakan “tolong
ada penculikan” atau “bukan orang tua saya.” Sebab, teriakan tanpa keterangan
jelas hanya akan mempersepsikan anak yang sedang tantrum.
Keempat, tidak menuliskan nama secara jelas pada baju, tas, dan perlengkapan anak lainnya.
Nama yang tercantum
jelas pada baju atau tas akan mudah terbaca oleh orang lain. Hal ini akan
memancing orang untuk memanggil anak dengan namanya. Anak biasanya berpikir
bahwa orang yang tahu nama mereka adalah orang dekat atau keluarga. Pemikiran
ini bisa membuat anak dengan mudah menerima ajakan penculik tanpa tindak
kekerasan.
Jika ada
perlengkapan yang memerlukan identitas, berilah identitas ditempat yang tidak
mencolok. Tunjukkan juga pada anak bahwa identitas mereka ada pada bagian
tersembunyi tersebut.
Kelima, ajarkan anak untuk tidak sendirian dalam perjalanan.
Jika anak jalan
kaki atau naik sepeda ke sekolah, minta mereka untuk berangkat bersama dengan
teman-temannya. Jika anak mengggunakan sarana publik seperti bus, mereka juga
harus bersama-sama dengan teman-temannya.
Keenam, latihlah anak untuk bersikap jujur dan terbuka.
Sikap jujur dan
terbuka akan memudahkan orang tua untuk segera mengetahui jika ada hal yang
terjadi dalam hidup anak. Seperti mendapat kenalan baru, ajakan untuk
jalan-jalan, dan lain-lain.
Ketujuh, informasikan pada anak untuk tidak memberitahu identitas pada orang asing.
Identitas ini
menyangkut identitas diri atau identitas orang tua. Terutama jika anak sedang
dalam kondisi sendirian, sebab informasi
tersebut dapat memancing terjadinya peristiwa kejahatan.
Kedelapan, bekali anak dengan identitas diri dan orang tua.
Ajari anak untuk
bisa menyebutkan nama, nama orang tua, alamat rumah, alamat sekolah, dan no
handphone orang tua. Identitas diperlukan jika suatu waktu anak tersesat atau
membutuhkan pertolongan. Jika anak terlalu kecil, anak bisa dibekali dengan
identitas diri yang diselipkan pada kantong atau tas. Cara lain yang dapat
digunakan adalah meminta anak mengingat lokasi unik di sekitar rumah. Misalnya
gedung sekolah, gedung pemerintahan, tempat hiburan, atau warung makan.
Kesembilan, aktifkan alat lacak jika anak dibekali dengan alat elektronik yang menyediakan fitur pelacakan.
Fitur pelacakan
seperti GPS akan memungkinkan orang tua mengetahui lokasi keberadaan anak
setiap waktu. Informasi ini memudahkan orang tua untuk melacak ketika anak
tidak memberikan informasi keberadaan mereka.
Sepuluh, menyediakan waktu untuk anak.
Bagaimanapun
tingginya kesibukan orang tua, orang tua harus tetap menyediakan waktu untuk
mengawasi dan berkomunikasi dengan anak. Misalnya dengan menelpon dan mendengarkan
cerita anak. Hal ini penting agar orang tua dapat mengantisipasi kemungkinan
terjadinya kejahatan pada anak.
Tidak ada orang
tua yang mampu membayangkan bagaimana rasanya kehilangan anak. Hal itu adalah
ketakutan terbesar dari orang tua. Untuk itu, penting menanamkan perlindungan
diri pada anak. Bahkan jika penculikan anak yang marak diberitakan hanya
sekedar hoax. Sebab, tidak ada alat atau sistem yang bisa melindungi
anak 100% dari penculikan.
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~