Kemarin saat membuka akun twitter, saya menjumpai tweet
berupa pertanyaan
“pernah berpikir untuk uninstall instagram karena depresi?”
Reply tweet ini mencapai 300-an. Awalnya saya berpikir
mayoritas reply mengatakan tidak. Ternyata salah. Hanya 12 komentar yang
mengatakan tidak dari 50 reply teratas yang saya baca, sedangkan 31
komentar lainnya mengatakan pernah uninstall instagram dan berbagai
media sosial lain karena merasa depresi. Jadi, media sosial bisa menyebabkan
depresi bagi remaja merupakan fakta atau hoax?
Sumber : familyandmedia.eu |
Depresi memiliki gejala antara lain sedih, galau, hilang semangat, merasa gagal dan sendirian, hingga yang paling parah adanya pikiran untuk bunuh diri. – hellosehat.com
Biasanya yang rentan diserang depresi karena media sosial
adalah artis, atlit dan para tokoh publik. Sebab, segala tingkah lakunya sering
menjadi sorotan sehingga memancing komentar warganet di media sosial. Komentar yang
bersifat negatif rentan menjadi sumber depresi.
Lantas, jika bukan termasuk golongan artis, atlit, atau
tokoh publik, mengapa masih bisa terserang depresi karena media sosial? Diluar depresi
karena stalking akun mantan (ups), ternyata citra kehidupan yang ditampilkan dalam
media sosial bisa menjadi penyebab seseorang terserang depresi. Terutama bagi
para remaja.
Banyak orang kini menjadikan konten-konten media sosial sebagai standar nilai sosial, khususnya yang berkaitan dengan penampilan. Standar-standar yang muncul dari media sosial sering kali menimbulkan tekanan pada remaja untuk menampilkan diri mereka sedemikian rupa sesuai dengan apa yang ia lihat di media sosial, dan membuat mereka kehilangan kepercayaan diri jika tidak mampu memenuhi standar tersebut.- Prof. Siswanto Agus Wilopo (Media Sosial jadi Pemicu Depresi pada Remaja, ugm.ac.id).
Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Adanya media
sosial sebenarnya menguntungkan bagi para remaja masa kini. Mereka dapat dengan
mudah mencari berbagai macam informasi untuk mendukung pengembangkan diri.
Bandingkan dengan kehidupan masa lalu. Untuk bisa menjadi
penulis, kita harus mengirimkan tulisan pada media dan menunggu dengan
harap-harap cemas. Sekarang, tinggal buka blog, wattpad, storial, atau kompasiana.
Ketik-ketik cantik dan ketika tulisan tersebut tayang, kita sudah bisa dianggap
sebagai menjadi seorang penulis, mudah kan? Hehehe.
Namun, kecepatan arus informasi dapat bernilai negatif jika
tidak diimbangi dengan kemampuan dalam menyaring informasi. Salah satu
kemampuan menyaring informasi adalah mampu bersikap kritis terhadap konten
media sosial. Apakah konten tersebut berupa nilai-nilai yang harus diikuti atau
hanya berupa kreativitas semata dari pembuat konten?
Hasil penelitian menunjukkan mereka yang depresi menganggap potret kehidupan orang-orang yang ada di media sosial lebih baik dari dirinya. - Anthony Robinson, a Psychology student at Texas University (Empat Perilaku Ber-Medsos ini Jadi Tanda Seseorang Alami Depresi, lifestyle.kompas.com).
Media sosial adalah sarana untuk menjalin komunikasi tanpa
batas. Fungsi tersebut menjadikan media sosial sebagai target pasar yang
menguntungkan bagi para pelaku bisnis. Aneka konten berbasis produk pun dibuat
menarik. Tidak hanya menampilkan para selebritis sebagai pengguna melainkan
juga menggandeng para teman, kerabat, atau mungkin tetangga si remaja sebagai
pelaku iklan. Tidak heran jika kemudian para remaja menganggap tampilan konten
media sosial sebagai standar yang harus diikuti. Terlebih lagi jika para remaja
menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial.
Jurnal berjudul The Dark Side of Social Media yang
ditulis Ajith Sundaram menyatakan remaja yang pola pikirnya masih dalam tahap
perkembangan belum mampu melindungi diri dari konten media sosial. Padahal mereka
beraktivitas sehari-hari dengan status, pesan, facebook, twitter, youtube, dll.
Bahkan komputer dan smartphone tidak lepas dari tangan mereka sehingga
seringkali tidak memiliki memiliki kesempatan untuk beraktivitas di dunia
nyata.
Para remaja kemudia menjadi orang yang sosial di dunia maya tetapi
kesepian di dunia nyata. Alhasil ketika tulisan atau foto yang diupload di
media sosial tidak mendapat like, retweet, atau komentar dari orang lain akan
membuat seseorang merasa sedih. Sebab kehidupan media sosial seringkali
terfokus pada like, komentar, dan pengikut.
Kesedihan akan terus berlanjut ketika melihat kiriman orang
lain mendapat perlakuan berbeda. Belum lagi, momen-momen yang dikirimkan bersifat
menarik dan terasa membahagiakan. Berbeda dengan kehidupan sehari-hari yang
dialami mereka di dunia nyata.
Momen terbaik orang lain dalam sosial media adalah menggembirakan, tetapi sebagian lain, momen tersebut bisa menyedihkan.- Brian Primack, MD, PhD penulis dan profesor dari University of Pittsburgh (Ini Tanda-tanda Depresi karena Media Sosial, Sriwijaya Post).
Tidak adanya kemampuan dalam menyaring informasi ditambah
kurangnya interaksi di dunia nyata membuat serangan depresi lebih mudah hinggap
di dalam diri remaja.
Dalam sebuah survei yang melibatkan 1.787 orang dewasa muda
berusia 19 hingga 32 tahun, para peneliti menemukan, jumlah pengguna sosial
media aktif yang terkena depresi secara signifikan meningkat, ketimbang
pengguna yang kurang aktif.-Ini Tanda-tanda Depresi karena Media Sosial, Sriwijaya Post.
Remaja yang menghabiskan waktu >8 jam sehari di media
sosial juga rentan terkena depresi dibandingkan remaja yang menghabiskan waktu
lebih sedikit di media sosial.
Sumber: scarymommy.com |
Beberapa reply tweet yang saya baca mengaku uninstall
media sosial karena merasa tertekan hingga depresi. Awalnya mereka yang
saat itu masih berusia remaja merasa sedih, iri, dan cemburu terhadap konten
yang ada di media sosial. Kesenjangan antara kehidupan nyata dan potret
kehidupan maya membuat mereka merasa hidupnya gagal. Gagal karena tidak mampu hidup
seperti standar kehidupan yang ada di media sosial.
Sebenarnya hal yang wajar ketika merasa iri atau cemburu
dengan posting yang ada di media sosial. Hanya saja jangan sampai rasa iri dan
cemburu itu menjadi berlebihan. Apalagi sampai merubah tingkah laku. Sebab tidak
semua yang ada di media sosial adalah fakta atau nilai sosial yang harus
dipercaya. Beberapa konten media sosial ada yang memang dibuat sedemikian rupa
sebagai bagian dari kreativitas hingga iklan semata. Terutama jika menyangkut
kehidupan para seleb sosial media yang memang diharuskan untuk tampil menawan
dan bahagia.
Depresi bisa diawali dari rasa iri dan cemburu yang
berlebihan. Oleh karena itu, ketika rasa iri dan cemburu secara berlebihan
mulai menjangkiti hati hanya karena sebuah post di media, tak ada salahnya
mulai menjauh dari media sosial untuk sementara. Raih pergaulan di dunia nyata.
Belajar menyaring informasi dan menemukan toleransi diri. Lalu, kembali lah ke
media sosial dengan pandangan yang berbeda.
Seperti yang diceritakan dalam jawaban tweet di atas.
Mayoritas yang melakukan unistall sudah kembali aktif bermedia sosial. Namun,
mereka telah memiliki pandangan yang berbeda terhadap post yang ada di media. Mereka
sudah paham dengan filter informasi di media sosial sehingga apa yang ada di
media tidak lagi menyebabkan tekanan yang berakhir depresi.
Jadi, berdasarkan beberapa sumber yang saya baca ternyata
pernyataan media sosial menyebabkan depresi bagi remaja adalah fakta yang tidak
boleh dipandang sebelah mata. Bagi para orang tua, mari belajar untuk
mengenalkan interaksi sosial secara nyata kepada para remaja. Agar mereka dapat
bermedia sosial dengan bahagia.
Media sosial dapat menjadi hal yang bersifat informatif dan menyenangkan, tetapi pengguna lah yang bertanggung jawab untuk mengetahui level ketidakpastiannya.
- Ajith Sundaram.
Dari berbagai sumber.
Social media memang pedang bermata dua, bijak kita menggunakannya maka kita bisa mendapat keuntungan dari sana, tidak bijak malah akan membawa depresi
ReplyDeleteBetul mas, bagi yang menggunakannya dengan positif, media sosial akan sangat menguntungkan.
DeleteRemaja zaman sekarang cenderung soliter karena ada gawai, berbeda dengan zaman saya remaja yang interaksi sosialnya tinggi. Setiap zaman selalu memiliki tantangan tersendiri, makanya peran orang tua sangat besar bagi perkembangan dan kestabilan jiwa remaja.
ReplyDeleteGawai memang membuat kita menggenggam dunia, hanya jangan sampai kita kehilangan pijakan dasar dan ketiadaan pondasi rasa percaya diri.
Betul mbak, setiap masa memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Termasuk menjadi orang tua yang mampu melampaui zaman. Semoga para remaja masih tetap bisa berinteraksi dalam dunia nyata walaupun sekitar 60% kehidupannya berada di dunia maya.
Delete