MASIGNASUKAv102
6861843026328741944

AIR TERJUN MENAWAN DI BETEK TAMAN, PROBOLINGGO

AIR TERJUN MENAWAN DI BETEK TAMAN, PROBOLINGGO
Add Comments
2018-03-13
“Tak mudah ku lupakan
Tak mudah bercerai
Selalu ku rindukan
Desaku yang permai”
 
Desaku yang permai, segar ya?

Ada yang ingat petikan lirik lagu di atas? Ya, benar. Lirik di atas adalah penggalan dari lagu DESAKU YANG KU CINTA karya L. Manik. Sebagai orang yang lahir dan hidup di desa, lirik tersebut sangatlah bermakna. Apalagi jika desa tersebut tidak hanya permai namun juga memiliki keindahan. Seperti yang ada di desa Betek Taman, kecamatan Gading, kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. 


Desa yang berjarak sekitar 18 km dari jalan raya Pantura Kraksaan Probolinggo ini ternyata memiliki air terjun yang menawan. Air terjun tersebut berada di kawasan hutan miliki perhutani yang masih masuk wilayah desa Betek Taman. Lokasinya berada di bagian selatan desa dan berbatasan dengan wilayah kecamatan Krucil. 

Desas-desus keberadaan air terjun yang katanya menawan membuat saya penasaran. Saya kemudian mendaftarkan diri untuk ikut sebagai anggota rombongan ketika para perangkat desa Betek Taman hendak melakukan rekaman potensi wisata desa.  

Rombongan berangkat dari kantor desa menggunakan sepeda motor. Mayoritas tidak berboncengan karena medan yang akan dilalui tidak mudah. Sekitar 3 km jalan yang dilalui cukup mulus karena merupakan jalan utama desa. Setelah itu, ketua rombongan memasuki jalan kecil. Lebarnya tidak lebih dari 1 meter. Jalan ini merupakan jalan-jalan setapak ladang hingga jalan di pematang sawah. Berliku-liku dan sebagian besar merupakan tanjakan. Bukan tanjakan curam sih tapi namanya tanjakan tetap membuat heboh perut kan? Hahaha.

Jalan yang dilalui bukan hanya tanjakan berliku nan sempit, tetapi juga harus melalui jembatan bambu yang aduhai membuat saya harus berjalan kaki karena jembatan tidak berpagar. Sedangkan, arus air dan batu-batu besar bermunculan dari bawah jembatan. Hiii, membuat bulu kuduk berdiri. Gak lucu kan kalau saya kecebur sungai bersama sepeda motor? Bukan lucu ya tapi bahaya, hehehe. Karena itu, saya terpaksa berjalan kaki dan meminta tolong orang di belakang saya untuk mengendarai sepeda motor hingga mencapai seberang sungai.

 
Penampakan batu-batu sungai

Jalan setapak yang sebagian juga merupakan pematang sawah itu kemudian berakhir di halaman rumah seorang penduduk. Mungkin sekitar 2 km, saya olahraga jantung karena harus mengendarai sepeda motor seorang diri. Alhasil saya tidak bisa merekam perjalanan. Bagaimana mau merekam kalau saya harus fokus pada keseimbangan mengendarai sepeda motor agar tidak terperosok. Belum lagi rombongan beriringan sehingga jika saya berhenti tiba-tiba, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, saya akan ditabrak dari belakang. Kedua, saya akan membuat kemacetan panjang. Saya tidak ingin keduanya terjadi, maka saya memilih untuk tidak memotret selama dalam perjalanan. Padahal ini penting sekali kan? Hiks.

Setelah menitipkan sepeda motor di salah satu rumah penduduk, rombongan mulai berjalan kaki menuju air terjun. Saya tidak tahu berapa jauh dan lamanya perjalanan ini. Maka jadilah saya hanya mengikuti dari belakang.


Jalur pertama : lewat pematang sawah

Awalnya rombongan berjalan menyusuri sawah dan menyeberang jembatan. Setelah itu, memasuki rimbunnya hutan. Hutan pertama adalah hutan kopi milik penduduk. Sehingga masih terkesan landai. Uniknya, saya menemukan beberapa turbin air di sini. Ya, dusun yang termasuk perbatasan desa ini tidak menggunakan PLN sebagai sumber utama penerangan. Mereka berswadaya dan dibantu salah satu perusahaan untuk membangun kincir air di sungai-sungai yang mengalir lancar. Kincir air ini menghasilkan penerangan bagi masyarakat sekitar dusun.


Kincir air sebagai sumber energi listrik

Biasanya saya melihat kincir dalam bentuk vertikal alias berdiri dengan roda-roda besar yang berputar. Nah, kincir air di sini berbeda. Rodanya dibangun secara horizontal alias berputar di permukaan air. Katanya sih, bentuk ini menyesuaikan dengan tipe sungai yang ada. Sungai di sini dangkal tetapi memiliki aliran yang cukup deras dan tetap mengalir kala kemarau. Oleh sebab itu, kincir dibangun secara mendatar. Selain itu, kincir model ini juga untuk menghindari kerusakan saat terjadinya banjir.


Kincirnya kecil

Kincir dibangun tidak pada aliran sungai yang sesungguhnya. Melainkan pada aliran buatan yang dibuat melingkari sungai yang sesungguhnya. Keunggulan aliran buatan adalah debit air akan selalu sama sekalipun sungai dalam kondisi kemarau atau pun penghujan.


Aliran air sungai buatan

Setelah melewati hutan kopi, rombongan bertemu dengan hutan tropis. Ada banyak tumbuhan pakis disini. Beberapa orang dalam rombongan sengaja memetik pakis hutan yang ditemui di sepanjang perjalanan untuk dijadikan sayur ketika pulang. Hm, rasanya lebih yummy lho dibandingkan dengan pakis yang dibudidaya.


Jalan setapak

Beberapa saat kemudian, rombongan berhenti untuk mengistirahatkan otot kaki yang mulai kelelahan. Waktu yang ditempuh saat itu sudah mendekati 1 jam perjalanan. Setelah mengisi perut dengan air dan melemaskan otot kaki, perjalanan berlanjut. Kali ini hutan berakhir dan memasuki padang ilalang. Sekitar 500 m selanjutnya, hutan tropis kembali menyapa. Kali ini hutannya yang cukup lebat dengan tanjakan-tanjakan landai. Cukup membuat saya harus berkali-kali menghirup napas untuk menjaga kondisi agar tidak pingsan di jalan, hahaha.


Melewati padang ilalang

Setengah jam kemudian, kami memasuki kawasan hutan yang dipenuhi oleh cahaya matahari. Hanya ada beberapa pohon yang terlihat menjulang. Sehingga kawasan terlihat terang benderang. Lalu, terdengar gemericik air, semakin lama semakin keras. Dan ternyata itulah air terjun yang ingin kami datangi.


Air terjunnya cukup tinggi

Terdapat dua air terjun yang berdampingan. Satu air terjun dengan ketinggian menjulang dan aliran air yang sempit. Satu lagi memiliki ketinggian yang rendah tetapi aliran airnya lebar. Kami segera beramai-ramai mencelupkan kaki di sepanjang aliran dari air terjun. Rasanya dingin. Beberapa orang bahkan mencoba meminum air langsung dari air yang jatuh melalui celah-celah batu. Rasanya nyes, segar. Masing-masing orang kemudian posisi untuk istirahat dan membuka bekal makanan yang dibawa.



Saya sendiri langsung duduk sambil mencelupkan kaki di aliran air terjun yang landai. Ambil foto sebagai dokumentasi sebelum membuka sebungkus nasi. Makan sambil mendengarkan lagu alam dan menggerakkan kaki di aliran air sungguh merupakan nikmat yang tiada tara.


Pose dulu di air terjun kedua

Setelah makan, saya kembali berfoto-foto dan berbincang dengan bapak-bapak rombongan. Ketika berbincang ini saya baru tahu kalau air terjun ini adalah tujuan pertama. What? Saya masih terbengong ketika kepala desa mengatakan ada air terjun kedua yang letaknya di seberang air terjun pertama. Artinya, perjalanan belum berakhir. Hiks, padahal sepatu saya sudah jebol. Untunglah masih ada sepasang sandal yang saya bawa di dalam tas.


Jalanan tanpa petunjuk, hehe

Puas berfoto dan berisitrahat, rombongan kemudian beranjak melanjutkan perjalanan  ke lokasi air terjun kedua. Kami melewati padang ilalang yang hijau dan beberapa kali menyeberangi sungai kecil tanpa jembatan. Jadi, kami hanya mengandalkan batu-batu yang menjulang di atas permukaan air. Namun, beberapa batu terlihat banyak dipenuhi lumut. Membuat kami harus berhati-hati dalam melompat. Walaupun berhati-hati ternyata satu orang bapak anggota rombongan tergelincir dan sukses mandi air sungai. Akhirnya saya dan rombongan yang berada di bagian belakang terpaksa menyebarangi sungai tanpa melompat. Ya, lebih baik sepatu basah daripada seluruh badan yang basah, iya kan? Hahaha.

Air terjun kedua ternyata mirip dengan air terjun pertama. Ada dua air terjun di tempat ini. bedanya jika di lokasi pertama, air terjunnya berbeda ketinggian maka di lokasi kedua ini air terjunnya berada dalam satu ketinggian. Keduanya hanya terpisah oleh bebatuan dan tumbuhan yang merambat. Sehingga jika dilihat dari jauh, air terjun terlihat seperti tirai yang menaungi sebuah gua. Eh, tapi memang di lokasi kedua ini terdapat ceruk di dekat air terjun. Ceruk ini cukup dalam sehingga tampak seperti gua kecil. Cocoklah untuk tempat bertapa, hehehe.


Air terjun kedua


Ada tempat bertapa, hehe

Kami tidak begitu lama di tempat ini. hanya sekedar mengambil dokumentasi dan beristirahat. Mengambil nafas seraya mengembalikan tenaga agar kuat untuk berjalan kembali. Tiba-tiba di sini saya kembali dikejutkan dengan berita bahwa ini bukan tujuan terakhir. Haaa? Masih ada lokasi ketiga, ucap bapak kepala desa. Lokasinya tepat berada di samping atas lokasi kedua. Hiyaaa.. artinya masih harus naik-naik puncak gunung nih. Duh, beginilah nasib kalau ikut rombongan tanpa bertanya.

Selesai menuntaskan lelah, rombongan mulai bergerak menuju lokasi ketiga. Awalnya rombongan melewati bebatuan dan padang ilalang yang landai. Lalu, setelah itu terdapat tebing tanah yang tingginya sekitar 3 meter. Awalnya saya cuek, karena saya pikir jalan yang akan dilewati memutar. Tetapi, saya melihat bapak-bapak merayap di tebing tersebut seraya berpegangan pada akar pohon yang menjuntai. Eh, ini beneran saya harus merayap di tebing. Saya menoleh bapak-bapak di belakang, dan mereka mengangguk.


Hayo, orangnya ada di sebelah mana?

Satu bapak bertanya, apakah saya bisa melewati tebing ini? Duh! Ini menakutkan. Tetapi kalau tidak dilanjut sayang, pengorbanan sudah setinggi langit, hehehe. Saya menganggukan kepala dengan mantap walaupun dalam hati masih ragu, perjalanan seperti apalagi yang akan ditemui selanjutnya.

Merayapi tebing tanah yang agak gembur sambil berpegangan pada akar pohon yang menjulur dan semak perdu yang tumbuh kuat membuat saya harus berkonsentrasi penuh. Jangan tanya foto perjalanan deh, ini bukan lokasi yang instragramable, hehehe.

Setelah sampai di atas, perjalanan kembali memasuki hutan tropis. Tidak ada jalan setapak, kami melewati tumpukan daun-daun yang banyak menutupi tanah. Kembali kami melewati sungai dan kemudian tampaklah kembali tebing tanah seperti sebelumnya. Bapak-bapak yang berada di rombongan awal tampak sedang berisitirahat di batu besar yang menjulang. Saya juga diminta duduk sejenak. Saya kira karena melihat saya lelah. Ulala... ternyata tidak. Saya diminta duduk karena jalan untuk ke lokasi masih dibersihkan. Alias rombongan ini adalah rombongan pioneer untuk membuka jalan ke air terjun. Hyaa...


Naik-naik mencari jalan

Setelah rombongan awal yang membawa berbagai macam alat tajam seperti sabit dan pisau memberikan kode, kami segera berdiri. Menyusul mereka melewati tebing tanah yang berlanjut dengan hutan tropis. Sayangnya, hutan ini tidak landai. Dataran tanah mulai menanjak walaupun tidak curam. Namun, sekitar 15 menit kemudian, kami melihat aliran air yang indah di kejauhan. Yee, itu air terjun ketiga. Saya menjerit dalam hati khawatir masih banyak monyet di hutan ini. Bisa berabe kalau saya juga dikira teman mereka, hihihi.


Air terjun ini paling menawan


Air  terjun ketiga berbeda dengan sebelumnya. Ini air terjun tunggal dengan jarak yang tinggi dari permukaan tanah. Alirannya cukup deras sehingga tampak cantik dan indah dari kejauhan. Lebih menawan dibandingkan air terjun pertama dan kedua. Beberapa anggota rombongan langsung mendekati air terjun dan membasahi badannya. Puas-puasin mandi sambil menyegarkan badan agar energi kembali.


Ada tumbuhan di pinggir aliran air

Setelah istirahat, bermain air, dan meminum bekal yang masih tersisa, kami bersiap untuk pulang. Kembali melewati hutan tropis, tebing, padang rumput, pamatang sawah, dan berakhir di halaman penduduk yang kami titipi kendaraan. Perjalanan pulang ternayata lebih cepat daripada saat berangkat. Hanya dalam waktu sekitar satu setengah jam kami sudah tiba di lokasi penitipan sepeda motor. Berbeda dengan keberangkat yang perjalanannya hampir mencapai dua jam.


Dimanakah jalan untuk pulang?

Bertemu kendaraan tidak lantas membuat saya lega, sebab masih harus meliuk-liukkan sepeda motor di jalan yang terjal dan sempit. Apalagi harus melewati jembatan kembali. untunglah saya akhirnya bisa sampai di jalan utama desa dengan selamat. Rasanya lega banget dan bersyukur saya diberi kesehatan untuk menjeleajah desa sendiri.




Begitulah cerita saya saat menjelajah desa dan menemukan air terjun menawan di desa Betek taman, Probolinggo. Kalau kamu, apa yang ditemukan saat  menjelajah desa atau kota tempat tinggalmu?

 
Qudsi Falkhi

Teacher who loves books and traveling, contact me --> falkhi@gmail.com