Nuni duduk bertopang dagu di mejanya.
Padahal semua anak-anak kelas V SD Cemerlang berebut pintu begitu mendengar bel
istirahat berbunyi. Karen yang melihat Nuni merasa heran.
“Nun, kamu kenapa?” Karen berjalan
mendekati Nuni.
“Oh, eh, tidak apa-apa kok, “ jawab Nuni terkejut
dengan kedatangan Karen. “Kamu mau biskuit?” tawar Nuni mengeluarkan kotak
berisi biskuit dari tasnya.
“Mau! aku ambil satu ya,” Karen menjulurkan
tangan mengambil biskuit dari kotak ditangan Nuni. “Hmmm…enaaaak. Kamu beli
biskuit dimana, Nun?” tanya Karen penasaran.
“Ibu yang membuatnya. Kalau kamu suka, ambil
saja,” Nuni menyodorkan kotak biskuitnya pada Karen. “Aku tadi sudah makan,”
kata Nuni tersenyum. Wajah Karen berseri-seri. Tangannya segera mengambil kotak
yang disodorkan Nuni.
“Apa tiap hari kamu bawa biskuit?” ucap
Karen sambil mengunyah biskuit dimulutnya.
Nuni mengangguk. “Sejak ayah meninggal, ibu
tidak bisa memberi uang jajan setiap hari. Sebagai gantinya ibu membawakan satu
kotak biskuit,” jawab Nuni malu.
“Pantas saja akhir-akhir ini, Nuni jarang ke
kantin waktu istirahat,” pikir Karen. “Kalau ibuku pandai membuat biskuit, aku
juga mau tiap hari membawanya,” kata Karen sambil tertawa. Nuni ikut tertawa mendengar
perkataan Karen.
“Kata
ibu, nenek yang mengajarkan membuat biskuit. Ibu juga rajin mencoba resep baru.
Bude Kana, langganan ibu di pasar selalu meminjamkan majalah yang berisi resep
masakan pada ibu.”
Karen mengangguk-angguk. “Terus, tadi
kenapa kamu duduk termenung?” selidik Karen.
“Hari minggu ibu ulang tahun. Aku tidak
punya uang untuk membelikan ibu hadiah,” wajah Nuni sedih. Karen ikut sedih
mendengarnya. Tiba-tiba Karen punya ide cemerlang.
“Kamu pernah ikut berjualan biskuit?” Karen
ingin tahu.
Nuni menggeleng. “Ibu melarang ikut berjualan.
Lebih baik belajar di rumah.”
“Aku punya ide untuk hadiah ulang tahun
ibumu.”
Nuni menatap wajah Karen. Karen hanya
tersenyum, kemudian berbisik pada Nuni. Nuni mengangguk-anggukkan kepala.
“Aku setuju,” wajah Nuni kini berseri. Ia
menjabat tangan Karen mengucapkan terima kasih. Keduanya tersenyum senang,
membayangkan rencana ulang tahun ibu.
***
Hari minggu tiba. Nuni berdandan rapi sejak
pagi. Ibu yang menyiapkan biskuit untuk dibawa ke pasar merasa heran. Waktu ditanya,
Nuni hanya tersenyum. Kring…kring… terdengar bunyi bel sepeda di halaman rumah.
Nuni berlari membuka pintu. Ibu membuntuti dari belakang.
Karen datang dengan membawa sepeda. Bagian
depan sepedanya terdapat keranjang. Di bagian depan keranjang ada tempelan karton
berwarna putih dengan tulisan “BISKUIT IBU NUNI.” Nuni dan ibu menghampiri
Karen.
“Ini, ada apa?” tunjuk ibu menatap
keranjang sepeda Karen dengan wajah kebingungan. Nuni dan Karen tertawa
cekikikan.
“Selamat ulang tahun,” tiba-tiba Nuni
memeluk ibu erat. “Sebagai hadiah ulang tahun, hari ini ibu tidak boleh berjualan
ke pasar. Nuni yang akan menggantikan berjualan biskuit dengan sepeda Karen.”
Ibu melepas pelukan Nuni. “Jangan! kalau
nanti ada apa-apa, bagaimana? Apalagi pasar itu jauh. Lebih baik Nuni belajar
saja di rumah. Ibu yang berjualan, ” ibu menolak tawaran Nuni.
“Nuni tidak berjualan ke pasar. Tapi, di sekeliling
komplek rumah Karen. Karen juga ikut kok. Sekali ini saja, karena Nuni tidak
punya uang untuk membelikan ibu hadiah. Boleh ya bu? ” pinta Nuni memelas. “Karen
bilang biskuit buatan ibu enak lho, pasti nanti banyak yang beli,” Nuni menoleh
pada Karen meminta persetujuan. Ibu ikut menatap Karen. Karen mengangguk
mengiyakan.
“Maafkan ibu, Nun. Ibu tidak bisa kasih
Nuni uang lebih. Uangnya ibu tabung buat membayar hutang pengobatan bapak di
rumah sakit,” ibu terisak memeluk Nuni.
Nuni mengangguk dipelukan ibu. Matanya
berkaca-kaca teringat bapak yang telah pergi tiga bulan lalu. Sejak itu ibu bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan melunasi biaya pengobatan bapak di rumah
sakit. Beruntung rumah sakit tempat bapak dirawat memberikan keringanan untuk
mencicil biaya pengobatan selama enam bulan.
“Ibu ijinkan Nuni berjualan dengan Karen
hari ini. Tapi tidak boleh ke pasar. Cukup dikomplek rumah Karen,” tegas ibu.
“Benar, bu?” Nuni meminta kepastian. Ibu
mengangguk. Nuni meloncat kegirangan. Begitu juga dengan Karen. Ibu masuk ke
dalam rumah. Mengambil biskuit yang sudah disiapkan untuk dibawa ke pasar dan
diserahkan pada Nuni dan Karen. Sebelum berangkat, Nuni dan Karen berpamitan
pada ibu.
“Selamat ulang tahun, bu,” ucap Nuni sekali
lagi, mencium kedua pipi ibu.
“Terima kasih, Nuni. Kalian berdua
hati-hati di jalan,” pesan ibu pada Nuni dan Karen.
“Iya bu,” Nuni segera duduk diboncengan
Karen dengan membawa keranjang berisi biskuit. Ibu melambaikan tangannya, melepas
kepergian Nuni dan Karen.
BT, 060412  
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~