MASIGNASUKAv102
6861843026328741944

BISKUIT IBU NUNI

BISKUIT IBU NUNI
Add Comments
2012-07-13

Nuni duduk bertopang dagu di mejanya. Padahal semua anak-anak kelas V SD Cemerlang berebut pintu begitu mendengar bel istirahat berbunyi. Karen yang melihat Nuni merasa heran.
“Nun, kamu kenapa?” Karen berjalan mendekati Nuni.
“Oh, eh, tidak apa-apa kok, “ jawab Nuni terkejut dengan kedatangan Karen. “Kamu mau biskuit?” tawar Nuni mengeluarkan kotak berisi biskuit dari tasnya.
“Mau! aku ambil satu ya,” Karen menjulurkan tangan mengambil biskuit dari kotak ditangan Nuni. “Hmmm…enaaaak. Kamu beli biskuit dimana, Nun?” tanya Karen penasaran.
“Ibu yang membuatnya. Kalau kamu suka, ambil saja,” Nuni menyodorkan kotak biskuitnya pada Karen. “Aku tadi sudah makan,” kata Nuni tersenyum. Wajah Karen berseri-seri. Tangannya segera mengambil kotak yang disodorkan Nuni.  
“Apa tiap hari kamu bawa biskuit?” ucap Karen sambil mengunyah biskuit dimulutnya.
Nuni mengangguk. “Sejak ayah meninggal, ibu tidak bisa memberi uang jajan setiap hari. Sebagai gantinya ibu membawakan satu kotak biskuit,” jawab Nuni malu.
“Pantas saja akhir-akhir ini, Nuni jarang ke kantin waktu istirahat,” pikir Karen. “Kalau ibuku pandai membuat biskuit, aku juga mau tiap hari membawanya,” kata Karen sambil tertawa. Nuni ikut tertawa mendengar perkataan Karen.
 “Kata ibu, nenek yang mengajarkan membuat biskuit. Ibu juga rajin mencoba resep baru. Bude Kana, langganan ibu di pasar selalu meminjamkan majalah yang berisi resep masakan pada ibu.”
Karen mengangguk-angguk. “Terus, tadi kenapa kamu duduk termenung?” selidik Karen.
“Hari minggu ibu ulang tahun. Aku tidak punya uang untuk membelikan ibu hadiah,” wajah Nuni sedih. Karen ikut sedih mendengarnya. Tiba-tiba Karen punya ide cemerlang.
“Kamu pernah ikut berjualan biskuit?” Karen ingin tahu.
Nuni menggeleng. “Ibu melarang ikut berjualan. Lebih baik belajar di rumah.”
“Aku punya ide untuk hadiah ulang tahun ibumu.”
Nuni menatap wajah Karen. Karen hanya tersenyum, kemudian berbisik pada Nuni. Nuni mengangguk-anggukkan kepala.
“Aku setuju,” wajah Nuni kini berseri. Ia menjabat tangan Karen mengucapkan terima kasih. Keduanya tersenyum senang, membayangkan rencana ulang tahun ibu.
***
Hari minggu tiba. Nuni berdandan rapi sejak pagi. Ibu yang menyiapkan biskuit untuk dibawa ke pasar merasa heran. Waktu ditanya, Nuni hanya tersenyum. Kring…kring… terdengar bunyi bel sepeda di halaman rumah. Nuni berlari membuka pintu. Ibu membuntuti dari belakang.
Karen datang dengan membawa sepeda. Bagian depan sepedanya terdapat keranjang. Di bagian depan keranjang ada tempelan karton berwarna putih dengan tulisan “BISKUIT IBU NUNI.” Nuni dan ibu menghampiri Karen.
“Ini, ada apa?” tunjuk ibu menatap keranjang sepeda Karen dengan wajah kebingungan. Nuni dan Karen tertawa cekikikan.
“Selamat ulang tahun,” tiba-tiba Nuni memeluk ibu erat. “Sebagai hadiah ulang tahun, hari ini ibu tidak boleh berjualan ke pasar. Nuni yang akan menggantikan berjualan biskuit dengan sepeda Karen.”
Ibu melepas pelukan Nuni. “Jangan! kalau nanti ada apa-apa, bagaimana? Apalagi pasar itu jauh. Lebih baik Nuni belajar saja di rumah. Ibu yang berjualan, ” ibu menolak tawaran Nuni.
“Nuni tidak berjualan ke pasar. Tapi, di sekeliling komplek rumah Karen. Karen juga ikut kok. Sekali ini saja, karena Nuni tidak punya uang untuk membelikan ibu hadiah. Boleh ya bu? ” pinta Nuni memelas. “Karen bilang biskuit buatan ibu enak lho, pasti nanti banyak yang beli,” Nuni menoleh pada Karen meminta persetujuan. Ibu ikut menatap Karen. Karen mengangguk mengiyakan.  
“Maafkan ibu, Nun. Ibu tidak bisa kasih Nuni uang lebih. Uangnya ibu tabung buat membayar hutang pengobatan bapak di rumah sakit,” ibu terisak memeluk Nuni.
Nuni mengangguk dipelukan ibu. Matanya berkaca-kaca teringat bapak yang telah pergi tiga bulan lalu. Sejak itu ibu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan  melunasi biaya pengobatan bapak di rumah sakit. Beruntung rumah sakit tempat bapak dirawat memberikan keringanan untuk mencicil biaya pengobatan selama enam bulan.
“Ibu ijinkan Nuni berjualan dengan Karen hari ini. Tapi tidak boleh ke pasar. Cukup dikomplek rumah Karen,” tegas ibu.
“Benar, bu?” Nuni meminta kepastian. Ibu mengangguk. Nuni meloncat kegirangan. Begitu juga dengan Karen. Ibu masuk ke dalam rumah. Mengambil biskuit yang sudah disiapkan untuk dibawa ke pasar dan diserahkan pada Nuni dan Karen. Sebelum berangkat, Nuni dan Karen berpamitan pada ibu.
“Selamat ulang tahun, bu,” ucap Nuni sekali lagi, mencium kedua pipi ibu.
“Terima kasih, Nuni. Kalian berdua hati-hati di jalan,” pesan ibu pada Nuni dan Karen.
“Iya bu,” Nuni segera duduk diboncengan Karen dengan membawa keranjang berisi biskuit. Ibu melambaikan tangannya, melepas kepergian Nuni dan Karen.  


BT, 060412 &nbsp
Qudsi Falkhi

Teacher who loves books and traveling, contact me --> falkhi@gmail.com