MASIGNASUKAv102
6861843026328741944

MENCEGAH PENCULIKAN ANAK DENGAN MENANAMKAN PERLINDUNGAN DIRI

MENCEGAH PENCULIKAN ANAK DENGAN MENANAMKAN PERLINDUNGAN DIRI
Add Comments
2018-11-14
Apakah berita penculikan anak sering mampir di media sosial kita?

penculikan anak
Sumber : dailytimes.com.pk

Penculikan anak bukanlah isu baru di dunia kriminal. Beberapa berita terkadang hanya berupa hoax, namun ada pula berita yang memang benar-benar terjadi. Seperti data Komnas yang menyatakan terjadi peningkatan kasus penculikan anak setiap tahunnya dari 2014 hingga 2017 (liputan6.com/250317). 

Lalu, bagaimana orang tua menyikapi kasus dan berita penculikan anak? 

Sikap terbaik yang dapat dilakukan para orang tua adalah dengan meningkatkan kewaspadaan dan meminimalisir terjadinya penculikan anak. Cara meminimalisir dan pencegahan dapat dilakukan dengan menanamkan perlindungan diri pada anak.   

Buku Biarkan Anak Bicara (Republika, 2003) menyatakan prinsip dasar perlindungan diri pada anak adalah upaya orang tua memberikan pengertian pada anak bahwa ia perlu bisa menjaga dirinya sendiri. Perlindungan diri pada anak dapat diperkenalkan sejak usia 3 – 5 tahun, sebab dalam rentang usia ini anak mulai berinteraksi dengan dunia di luar keluarga. Selain itu, kemampuan kognitif anak sudah berkembang untuk memahami konsep perlindungan diri.

Beberapa perlindungan diri yang dapat diajarkan pada anak adalah sebagai berikut. 

Pertama, mengenalkan konsep orang asing.
Anak-anak terkadang beranggapan orang asing sebagai sosok yang menakutkan. Padahal, penculik anak terkadang datang dalam bentuk seseorang yang ramah, baik hati, dan menyukai anak-anak. Oleh sebab itu, kita harus mengenalkan pada anak bahwa orang asing adalah seseorang yang benar-benar belum diketahui dan tidak memiliki kontak apapun sebelumnya dengan anak.

Jika suatu waktu anak bertemu dengan orang asing, maka anak harus berani mengatakan tidak terhadap ajakan atau pemberian sebelum diberi ijin oleh orang tua. Selain itu, anak harus bersikap waspada pada orang asing yang meminta bantuan. Berikan pengertian bahwa tidak seharusnya orang dewasa meminta bantuan kepada seorang anak. Jika terjadi kasus demikian, anak sebaiknya mengarahkan penanya pada orang dewasa lain yang ada disekitar tempat tersebut.  

Kedua, mengenalkan layanan publik.
Kenalkan anak pada fungsi dan lokasi layanan publik seperti pos polisi, pos informasi, atau pos satpam. Pengetahuan tentang layanan publik ini penting diketahui agar anak dapat segera mendatangi lokasi tersebut jika merasa dalam kondisi tersesat atau berada dalam ancaman.

Ketiga, bekali anak dengan keterampilan pertahanan diri.
Ajak anak untuk menonton simulasi penculikan agar anak dapat mengetahui tindakan yang harus dilakukan jika mereka diajak secara paksa oleh orang asing. Misalnya dengan berteriak, berlari ke pos keamanan, atau berusaha mencari perhatian orang sekitar. Perlu diingat, jika berteriak anak harus berteriak dengan mengatakan “tolong ada penculikan” atau “bukan orang tua saya.” Sebab, teriakan tanpa keterangan jelas hanya akan mempersepsikan anak yang sedang tantrum.

Keempat, tidak menuliskan nama secara jelas pada baju, tas, dan perlengkapan anak lainnya.
Nama yang tercantum jelas pada baju atau tas akan mudah terbaca oleh orang lain. Hal ini akan memancing orang untuk memanggil anak dengan namanya. Anak biasanya berpikir bahwa orang yang tahu nama mereka adalah orang dekat atau keluarga. Pemikiran ini bisa membuat anak dengan mudah menerima ajakan penculik tanpa tindak kekerasan.

Jika ada perlengkapan yang memerlukan identitas, berilah identitas ditempat yang tidak mencolok. Tunjukkan juga pada anak bahwa identitas mereka ada pada bagian tersembunyi  tersebut. 

Kelima, ajarkan anak untuk tidak sendirian dalam perjalanan.
Jika anak jalan kaki atau naik sepeda ke sekolah, minta mereka untuk berangkat bersama dengan teman-temannya. Jika anak mengggunakan sarana publik seperti bus, mereka juga harus bersama-sama dengan teman-temannya.

Keenam, latihlah anak untuk bersikap jujur dan terbuka.
Sikap jujur dan terbuka akan memudahkan orang tua untuk segera mengetahui jika ada hal yang terjadi dalam hidup anak. Seperti mendapat kenalan baru, ajakan untuk jalan-jalan, dan lain-lain. 

Ketujuh, informasikan pada anak untuk tidak memberitahu identitas pada orang asing.
Identitas ini menyangkut identitas diri atau identitas orang tua. Terutama jika anak sedang dalam kondisi  sendirian, sebab informasi tersebut dapat memancing terjadinya peristiwa kejahatan. 

Kedelapan, bekali anak dengan identitas diri dan orang tua.
Ajari anak untuk bisa menyebutkan nama, nama orang tua, alamat rumah, alamat sekolah, dan no handphone orang tua. Identitas diperlukan jika suatu waktu anak tersesat atau membutuhkan pertolongan. Jika anak terlalu kecil, anak bisa dibekali dengan identitas diri yang diselipkan pada kantong atau tas. Cara lain yang dapat digunakan adalah meminta anak mengingat lokasi unik di sekitar rumah. Misalnya gedung sekolah, gedung pemerintahan, tempat hiburan, atau warung makan. 

Kesembilan, aktifkan alat lacak jika anak dibekali dengan alat elektronik yang menyediakan fitur pelacakan.
Fitur pelacakan seperti GPS akan memungkinkan orang tua mengetahui lokasi keberadaan anak setiap waktu. Informasi ini memudahkan orang tua untuk melacak ketika anak tidak memberikan informasi keberadaan mereka.

Sepuluh, menyediakan waktu untuk anak.
Bagaimanapun tingginya kesibukan orang tua, orang tua harus tetap menyediakan waktu untuk mengawasi dan berkomunikasi dengan anak. Misalnya dengan menelpon dan mendengarkan cerita anak. Hal ini penting agar orang tua dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya kejahatan pada anak.

Tidak ada orang tua yang mampu membayangkan bagaimana rasanya kehilangan anak. Hal itu adalah ketakutan terbesar dari orang tua. Untuk itu, penting menanamkan perlindungan diri pada anak. Bahkan jika penculikan anak yang marak diberitakan hanya sekedar hoax. Sebab, tidak ada alat atau sistem yang bisa melindungi anak 100% dari penculikan.
Qudsi Falkhi

Teacher who loves books and traveling, contact me --> falkhi@gmail.com